Brahma Vihara Dan Rasa Ketakutan Pada Era Modern

Sapardi Sapardi

Abstract


Peperangan yang terjadi di dunia ini adalah bentuk kebencian, kekejaman, lcekerasan untuk memaksa orang lain tunduk. Hal ini mengesampingkan nilai-nilai cinta kasih dan kasih sayang. Sang Buddha dengan tegas menolak peperangan tersebut, walaupun pada suatu ketika Buddha sendiri pergi ke medan perang dan menjadi orang penengah untuk menghindari terjadinya peperangan antara suku Sakya dan suku Koliya. Kedua suku tersebut saling berhadapan dan sudah bersiap-siap untuk melakukan peperangan terkait dengan perebutan perihal air sungai Rohini. Pada akhimya setelah diberikan pemahaman yang benar kemudian tidak terjadi peperangan. Sang Buddha selalu mengembangkan nilai-nilai cinta kasih kepada siswanya. Brahma vihara atau kediaman luhur, yang terdiri alas Melia (Cinta kasih), Karuna (Belas kasihan), Mudita (Simpati) dan Upekkha (Keseimbangan batin) adalah sebagai nilai estetika internal manusia. Nilai-nilai universal estetis inilah yang seharusnya dikembangkan kepada seluruh umat manusia di dunia tanpa melihat perbedaan suku, agama, negara dan lain sebagainya. Oleh karena itu bahwa persoalan tawuran, peperan& saling menghancurkan satu sama lain tidak akan pemah terselesaikan jika satu dengan yang lain selling membalasnya. Adanya peperangan menyebabkan rasa ketakutan, memiliki perasaan curiga mencurigai saw sama lain, dan menimbulkan ketegangan. Sang Buddha bersabda: '"Tidak pemah kebencian dapat dihilangkan dengan membalas membenci; tetapi kebencian akan hilang dengan cinta kasih. ini merupakan Kebenaran Abadi" (Dhammapada 5 atau Majjhimanikaya 128).

Keywords


brahma vihara dan rasa ketakutan

Full Text:

53-59 PDF

References


Anguttara Nikaya: The Numerical Discourses of the Buddha. Terjemahan Bhikkhu Bodhi. Boston: Wisdom Publications, 2012.

Dhammadhiro, Bhikkhu. 2008. Panitia Suci untuk Upacara Pujaw. Jakarta: Sangha Theravada Indonesia.

Dhammapada: The Buddha's Path of Wisdom. Terjemahan oleh Acarya Buddharakkhita. Kandy: Buddhist Publication Society, 2007.

Digha Nikaya: The Long Discourses of the Buddha. Terjemahan oleh Maurice Walshe. Boston: Wisdom Publications, 2012.

Gadamer, Hans-Georg. Philosophical Hermeneutics. Diterjemahkan oleh David E. Linge. Ting, 1977. Berkeley: University of California Press.

Jataka (ed). 1985. Kitab Suci Dhammapada. Jakarta: Yayasan Dhammanadipa.

Lay, U Ko. 2000. Panduan Tipitaka: Kitab Suci Agama Buddha. Diterjemahkan oleh Anggawati dan Wena Cintawati. Klaten: Vihara LA Bodhiwans.

Khuddakapatha: The Minor Readings. Terjemahan Bhikkhu Narada. London: The Pali Text Society, 1978.

Magnis, Frans, dan Suseno. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Majjhima Nikaya: The Middle-Length Discourses of the Buddha. Terjemahan Bhikkhu Nyanamoli dan Bhikkhu Bodhi. Boston: Wisdom Publications, 2009.

Nyanatiloka. 1970. Buddhist Dictionary: Manual of Buddhist Terms and Doctrines. Singapore: Singapore Buddhist Meditation Centre.

Priastana, Joko. 2000. Buddha Dharma Kontekstual. Jakarta: Yayasan Yasodara Pat.

Theragatha: Poems of Early Buddhist Monks. Terjemahan oleh K. R. Norman. Oxford: The Pali Text Society, 1997.

Therigatha: Poems of Early Buddhist Nuns. Terjemahan oleh C. A. Rhys Davids dan K. R. Norman. 2009.

Udana and Itivuttaka. Terjemahan John D. Ireland. Kandy: Buddhist Publication Society, 2007.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


View My Stats